
Jakarta (BERITA AIPI) - Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro mendukung rencana Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia meluncurkan program Indonesian Science Fund (ISF). Skema pendanaan penelitian multi-years berdasarkan kelaikan proposal dan peneliti (merit-based) itu ditujukan untuk membiayai penelitian yang saat ini belum mendapat prioritas pendanaan. Terutama penelitian sains mendasar yang strategis untuk membangun budaya ilmiah unggul di Indonesia.
Dukungan disampaikan dalam rapat tertutup pada Kamis, 18 Desember 2014 di kantor AIPI, Medan Merdeka Selatan, yang dihadiri oleh Menteri Keuangan, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O. Blake, Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Indonesia di bidang sains 2010-2011 Dr. Bruce Alberts, Konsul (Bidang Kerjasama Pembangunan) Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia Jean Bernard Carrasco, Knowledge Sector Initiative Australia, perwakilan dari Kedutaan Besar Belanda, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan pimpinan AIPI. Menteri Bambang mengakui dana untuk riset di Indonesia masih sangat kecil, yaitu 0,08 persen dari anggaran, terutama untuk riset-riset dasar. "Padahal basic research sangat penting dikembangkan jika ingin memajukan berbagai sektor riil, seperti manufaktur dan agrikultur," katanya dalam rapat pada Kamis, 18 Desember 2014.
Dia menyebutkan sebagian besar pendanaan riset itu semestinya diberikan oleh negara. Namun pengelolaannya harus lebih fleksibel, tidak tergantung pada tata kelola keuangan negara. Soalnya penggunaan dana penelitian tidak bisa mengikuti sistem pelaporan bulanan, apalagi memaksakan dana selesai digunakan dalam satu tahun anggaran. "Saat ini peneliti malah terlalu sibuk dengan administrasi pertanggungjawaban keuangan, padahal dana yang didapat pun tidak seberapa," katanya.
Menteri Bambang berkaca dari pengalamannya saat menjadi mahasiswa di University of Illinois, Urbana-Champaign, Amerika Serikat. Pendanaan riset kompetitif yang diberikan oleh National Science Foundation memungkinan ilmuwan di sana menyelenggarakan penelitian multi-years dan memperkerjakan asisten penelitian. Perbedaan mencolok terasa setelah kembali ke Tanah Air karena dana penelitian yang tak seberapa besar harus digunakan sesuai dengan tata kelola keuangan negara. Pada akhirnya, tak leluasanya penggunaan dana membuat manfaat penelitian itu hanya bisa dirasakan oleh individu peneliti tapi tak banyak berpengaruh pada kemajuan Indonesia. Oleh sebab itu, Menteri Bambang mendukung program ISF yang diharapkan mampu menyediakan pendanaan penelitian yang stabil.
Indonesian Science Fund (ISF) yang tengah dipersiapkan oleh AIPI merupakan lembaga pendanaan riset otonom untuk mendukung penelitian di berbagai bidang. "Dana penelitian akan diberikan berdasarkan seleksi, termasuk track record peneliti," ujar Wakil Ketua AIPI, Profesor Satryo Soemantri Brodjonegoro, salah satu penggagas program ISF. Rencananya, program ini akan diluncurkan pada Mei 2015 bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional dan peringatan 25 tahun berdirinya AIPI.
Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Indonesia di bidang sains pada 2010-2011, Dr. Bruce Alberts, mengatakan program atau lembaga pendanaan riset dengan konsep seperti ISF sangat dibutuhkan di Indonesia. Skema serupa juga sudah lazim digunakan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara Eropa. "Seleksi berdasarkan kepatutan penelitian sangat penting dan merupakan terobosan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan Indonesia," ujarnya. Sejumlah lembaga donor seperti USAID dan Knowledge Sector Initiative Australia juga sudah menyatakan ketertarikan untuk mendukung program ini.
Pembuat Artikel: Anggrita Desyani
Editor : Uswatul Chabibah