Pandangan

no image

Info Brief No. 366, Juli 2022: Rehabilitasi Kawasan Pesisir untuk Pembangunan Rendah Karbon

Oleh : AIPI_KIPD
Unduh PDF Baca PDF


Pesan Utama

• Tahun 2030 merupakan tahun penuh tantangan dan peluang bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinannya dalam percaturan dunia di bidang perubahan iklim. Beberapa agenda nasional dan global perlu dicapai pada periode yang kritis ini.

• Berbagai kebijakan nasional yang terkait dengan rehabilitasi kawasan pesisir, khususnya mangrove memerlukan sinkronisasi dan harmonisasi antar-lembaga, khususnya saat diimplementasikan di tingkat tapak. Konsensus perlu dicapai dalam dialog yang terbuka dan jujur untuk keberhasilan dan keberlanjutan rehabilitasi.

• Upaya rehabilitasi mangrove yang sangat ambisius perlu disesuaikan dengan kenyataan di lapangan terkait dengan status lahan, fungsi dan nilai sosial, ekonomi dan ekologi mangrove. Konservasi mangrove yang dalam kondisi baik juga memerlukan penanganan yang serius.

• Rehabiltasi mangrove untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim perlu dilakukan secara simultan disertai sistem pemantauan, pelaporan dan verifikasi yang terpadu dalam jangka waktu paling sedikit 10 tahun setelah kegiatan rehabilitasi dilakukan.

Pendahuluan

Pembangunan Rendah Karbon (PRK), merupakan paradigma baru pembangunan Indonesia yang bertujuan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan sosial melalui kegiatan pembangunan rendah emisi dan meminimalkan pemanfaatan berlebihan sumber daya alam. Kebijakan PRK yang diluncurkan tahun 2017 diwujudkan melalui semua sektor pembangunan yang memperhitungkan keberlanjutan planet bumi agar terhindar dari dampak perubahan iklim akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK). Hal ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, TPB (Sustainable Development Goal, SDG) yang akan dievaluasi pasa tahun 2030.

Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK secara mandiri sebesar 29% dan 41% jika didukung dana internasional dibandingkan dengan skenario business as usual pada tahun 2030. Komitmen tersebut tertuang dalam dokumen Updated Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah disampaikan kepada sekretariat Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) pada bulan Juli tahun 2021 (Republic of Indonesia 2021). Pencapaian target tersebut telah ditetapkan dalam Perpres No. 98/2021 dengan baseline nasional 2.869 juta ton CO2-e juga dapat dilakukan pada tingkat sub nasional dan sektoral. Pada tahun 2030, sektor lahan (forest and other land use, FOLU) juga diharapkan menjadi rosot atau penyerap neto (net sinks), artinya sektor ini sudah tidak menjadi sumber emisi GRK lagi.

Ekosistem lahan basah di kawasan pesisir, khususnya mangrove diketahui memiliki potensi yang besar sebagai solusi untuk perubahan iklim berbasis alam (nature-based climate solution, NbCS). Pemerintah Indonesia bertekad akan merehabilitasi mangrove seluas 638 ribu ha hingga tahun 2024. Tidak seperti rehabilitasi kawasan terestrial atau daratan, rehabilitasi mangrove sebagai ekosistem yang unik dan sangat rentan terhadap perubahan tataguna lahan dan iklim memerlukan strategi yang komprhensif untuk mencapai target yang ambisius ini.

Policy Brief ini disusun berdasarkan sebuah webinar yang diselenggarakan pada tanggal 31 Maret 2022 yang menghadirkan 3 pembicara kunci dari pemerintah (Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Dilanjutkan dengan tiga Diskusi Kelompok yang terkait dengan (i) kebijakan PRK di kawasan pesisir, (ii) mitigasi perubahan iklim melalui rehabilitasi kawasan pesisir, dan (iii) kawasan pesisir untuk adaptasi perubahan iklim. Masing-masing menghadirkan 3 pembicara dari pemerintah, akademisi dan organisasi non-pemerintah

Hak Cipta © 2014 - 2017 AIPI. Dilindungi Undang-Undang.