Opini

no image

Nominasi Warisan Budaya Tak Benda Tunggal dan Multinasional

05 December 2022
Oleh : Ismunandar
Unduh PDF


Banyak negara yang jadikan mekanisme multinasional sebagai strategi dalam menominasikan WBTB. Dengan belasan ribu elemen WBTB dan 1.700-an yang telah ditetapkan, akankah kita hanya akan gunakan nominasi tunggal ?

Dalam beberapa minggu terakhir, banyak kita temui berita dan silang pendapat soal apakah sebaiknya kebaya dinominasikan ke UNESCO sebagai nominasi tunggal ataukah multinasional.

Dari hal tersebut, kita semua patut bersyukur tingginya perhatian masyarakat dari berbagai kalangan menunjukkan kesadaran yang tinggi akan pentingnya Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) bagi kelangsungan kemanusiaan.

Bahkan, kita dapat utarakan rasa syukur yang lebih besar lagi karena kini semakin banyak pihak yang menyadari bahwa WBTB tidak berkaitan dengan paten. Diskusi publik juga telah diisi dengan pemahaman bahwa asal-usul suatu elemen budaya bukan menjadi kriteria dalam penetapan WBTB UNESCO.

Memang tak dapat dimungkiri, nominasi tunggal atau multinasional adalah masalah pelik lain yang sering dihadapi banyak negara dalam kaitan dengan WBTB UNESCO, khususnya untuk elemen budaya yang meluas menembus batas teritorial negara.

Budaya laksana air

Karena air adalah bagian terbesar dari tubuh manusia dan kebutuhan hidup yang paling esensial, air selalu signifikan secara budaya. Sepanjang sejarah, manusia telah membentuk sungai dan samudra untuk navigasi, irigasi, dan perlindungan banjir. Pada gilirannya, hubungan kemanusiaan dengan sungai atau rupa perairan lain telah erat dan penting dalam membentuk masyarakat.

Kebudayaan pun menyebar laksana air, terutama dengan pergerakan orang. Seperti air yang otomatis bercampur demikian bersentuhan, budaya juga saling memengaruhi dan saling memperkaya.

Dengan sifat mudahnya penyebaran dan saling memengaruhi, WBTB mampu melampaui batas negara. Selain itu, batas geografis politik yang membentuk negara modern tidak selalu tumpang tindih dengan batas geografis budaya yang membentuk komunitas dengan elemen WBTB tertentu.

Isu nominasi WBTB sering jadi sedikit rumit dalam kaitan nya dengan isu pengungsi dan migrasi, diaspora, komunitas nomaden dan minoritas yang hadir di suatu wilayah, serta komunitas lintas batas dengan karakteristik budaya sama.

Para peserta yang mengenakan kebaya memenuhi jalan protokol Jenderal Sudirman, Jakarta, saat hari bebas kendaraan bermotor, Minggu (19/6/2022). Kegiatan jalan santai peluncuran "Kebaya Goes to Unesco" itu dalam rangka mendukung pendaftaran kebaya ke Unesco sebagai warisan budaya tak benda asal Indonesia.

Jembatan di atas arus yang rawan

Sebagaimana telah dibahas di tulisan sebelumnya (Kompas.id, 11/12/2021), ditandai dengan transmisi antargenerasi, kreativitas terus-menerus, hubungan timbal balik dengan lingkungan, alam, dan sejarah komunitas; WBTB meningkatkan rasa identitas serta mempromosikan keanekaragaman budaya dan kreativitas manusia.

Hal ini penting dalam menghadapi tantangan, terutama terhadap ancaman derasnya arus globalisasi, supaya dunia tidak menjadi monokultur.

Kebijakan WBTB UNESCO mendorong gagasan bahwa WBTB harus diwariskan untuk kemanusiaan tanpa mengenal batas wilayah dan mengundang negara-negara pihak, serta pemangku kepentingan WBTB mengadopsi visi ini. Mekanisme nominasi multinasional adalah implementasi visi ini.

Mekanisme ini mendorong berbagai bentuk kerja sama dalam masyarakat dan antarnegara, terutama negara-negara yang mengusulkan nominasi bersama untuk bekerja sama melestarikan elemen tersebut.

Di tengah gempuran dan derasnya tantangan globalisasi serta sulitnya mewariskan WBTB kepada generasi muda, kerja sama akan lebih menjamin pewarisan WBTB.

Karena air adalah bagian terbesar dari tubuh manusia dan kebutuhan hidup yang paling esensial, air selalu signifikan secara budaya.

Memang terkadang ada beberapa negara yang menggunakan WBTB untuk tujuan kompetisi dan nasionalisme. Namun, seperti pernah kita bahas sebelumnya bahwa strategi ini tidak sesuai dengan semangat konvensi.

Dengan mengambil analogi dari judul album terkenal Simon dan Garfunkel (Bridge over Troubled Water, 1970), WBTB semestinya menjadi ”jembatan di atas ombak yang rawan”.

Jembatan inilah yang tepat untuk memvisualkan peran ideal para pihak karena WBTB laksana air yang mengalir menembus teritorial negara.

Adakalanya dalam hubungan antarnegara kadang tak terhindarkan interaksi membentuk ombak dan gelombang rawan. Karena itu, hendaknya para pemangku kepentingan WBTB menjadi jembatan kokoh yang menghubungkan, bukan justru menjadi tembok yang menciptakan isolasi.

Pertimbangan praktis

Sebagaimana telah banyak diketahui, atas adanya keterbatasan sumber daya UNESCO, maka kuota negara untuk menominasikan suatu elemen budaya dengan nominasi tunggal adalah satu elemen budaya setiap dua tahun.

Sementara itu, nominasi multinasional tidak dihitung dalam kuota tersebut dan kini mekanisme multinasional mencakup pula mekanisme perluasan (extension) yang prosedurnya dipermudah.

Banyak negara yang menjadikan mekanisme multinasional sebagai strategi mereka dalam menominasikan WBTB. Uni Emirat Arab (UEA), misalnya, sejak lama telah menggunakan mekanisme ini.

Hingga tahun 2022, dari 13 elemen WBTB UEA, sembilan elemennya adalah elemen multinasional. Dari meja sidang Intangible Cultural Heritage (ICH) yang hari ini baru berlangsung tiga hari, UEA telah berhasil menambah tiga elemen baru, dua di antaranya adalah multinasional.

Dengan sebelas ribuan elemen WBTB tercatat dan 1.700-an yang telah ditetapkan, akankah kita hanya akan menggunakan mekanisme nominasi tunggal? Dengan demikian, hanya satu elemen saja yang kita daftarkan setiap dua tahun?

Ismunandar, 
Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Anggota Komisi Ilmu Pengetauan Dasar dan Anggota Akademi Ilmu Pengethuan Indonesia (AIPI).

Artikel ini pertama kali diterbitan di Harian Kompas, 05 Desember 2022

Hak Cipta © 2014 - 2023 AIPI. Dilindungi Undang-Undang.