Opini

no image

Pembangunan dan Perdamaian

24 February 2022
Oleh : Azyumardi Azra
Unduh PDF


Apa sebenarnya tujuan pembangunan? Apa pula yang wajib dipenuhi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan?

Without peace there is no development, and without development there is no peace”.

(Jan Eliasson, Presiden Sidang Umum 60 PBB, 2005)

Pembangunan tetap masih menjadi agenda nasional. Sejak pembangunan nasional dalam berbagai bidang digerakkan pemerintahan Orde Baru mulai 1970-an, telah banyak kemajuan dan hasil pembangunan yang dinikmati warga. Tetapi, jelas Indonesia belum mencapai kemajuan seperti diharapkan. Dalam masa reformasi, di tengah era kebebasan politik,  pembangunan nasional terus dilanjutkan oleh pemerintah yang silih berganti dengan intensitas berbeda-beda. Pemerintahan Presiden Jokowi dianggap memiliki distingsi prioritas utama pembangunan infrastruktur; jalan raya, jalan tol, jembatan, waduk, bandar udara, atau pelabuhan.

Apa sebenarnya tujuan pembangunan? Apa pula yang wajib dipenuhi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan? Tujuan dan tolok ukur pembangunan nasional mesti berdasar tujuan negara Indonesia dengan merujuk Pembukaan UUD 1945 Alinea IV: ”…Membentuk suatu pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Semua kewajiban itu harus dilaksanakan berdasar lima dasar yang disebut Pancasila.

Apa sebenarnya tujuan pembangunan? Apa pula yang wajib dipenuhi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan? Tujuan dan tolok ukur pembangunan nasional mesti berdasar tujuan negara Indonesia dengan merujuk Pembukaan UUD 1945.

Jelas belum semua tujuan negara atau tujuan nasional dan tujuan pembangunan, seperti digariskan Pembukaan UUD 1945, tercapai sepenuhnya; bahkan dalam segi tertentu masih ”jauh panggang dari api”. Pemerintah, misalnya, belum bisa sepenuhnya melindungi segenap bangsa; masih banyak yang mengalami kesengsaraan, persekusi, intimidasi, dan kekerasan baik yang dilakukan aktor negara maupun aktor non-negara.

Ini terlihat dari kasus di Desa Wadas, Purworejo (8/2/2022), di mana sebagian warga menolak pengambilan batu andesit dihadapi aparat Polri dan TNI dengan ”kekuatan penuh”. Mereka dianggap menghalangi pembangunan Waduk Bener yang disebut Proyek Strategis Nasional. Daftar kasus kekerasan atas nama pembangunan semacam ini pasti bisa panjang.

Pembangunan—bahkan dengan embel-embel Proyek Strategis Nasional yang tidak terlalu jelas kriterianya—sering tidak memedulikan perdamaian dan kedamaian. Padahal, tujuan pembangunan nasional dalam Pembukaan UUD 1945 menggariskan, pemerintah berkewajiban menjalankan ketertiban; tidak hanya di dunia luas, juga di dalam negeri berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Namun, pembangunan di lapangan sering mencerminkan kontradiksi dan ironi. Seharusnya pembangunan mementingkan perdamaian dan kedamaian dengan komunitas terkait karena niscaya tiada pembangunan tanpa perdamaian; dan pembangunan kemudian mesti menghasilkan perdamaian bagi warga seluruhnya. Pembangunan dengan perdamaian menghargai harkat, martabat, dan HAM warga.

Presiden Joko Widodo meninjau sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Pembangunan dengan perdamaian perlu pendekatan yang mengutamakan metode dan cara damai. Pemerintah di negara demokrasi, seperti Indonesia, mesti menjalankan pembangunan yang inklusif pada aspirasi dan partisipasi warga. Indonesia bukan negara otoritarian, di mana pemerintah dapat memaksakan kemauan sendiri dengan pendekatan dan cara tidak damai. Pembangunan dengan dan untuk perdamaian mesti bergerak ke arah penciptaan keadilan ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya.

Dengan prinsip yang sama, pembangunan mesti mengembangkan suprastruktur yang kondusif dan suportif untuk menciptakan perdamaian bagi negara-bangsa. Pembangunan mestinya tidak memperkuat struktur ketidakadilan yang menindas atau menciptakan ekosistem tidak menunjang perdamaian, seperti kemiskinan, kepincangan ekonomi-sosial, dan pengangguran.

Penting diingat, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) PBB yang diadopsi Pemerintah Indonesia juga menekankan perdamaian. Dalam SDGs Nomor 16 dinyatakan: ”Mempromosikan masyarakat damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, memberikan akses bagi keadilan untuk semua, dan membangun institusi akuntabel dan inklusif pada setiap level”.

Pembangunan bisa bermakna bagi kemanusiaan dan peradaban hanya jika menghasilkan perdamaian, bukan konflik antara pemerintah dan warga atau di antara satu kelompok warga dan kelompok warga lain. Pembangunan berkelanjutan bisa terwujud jika ada perdamaian; konflik dan kekerasan tidak bisa menghasilkan pembangunan yang memuliakan manusia dan lingkungan hidup.

Pemerintah mesti menghindari pembangunan yang melibatkan penggunaan intimidasi, koersi, persekusi, dan kekerasan yang cenderung tidak terukur. Praktik seperti ini tidak hanya melanggar UUD 1945 dan HAM sekaligus menjadi noda hitam dalam sejarah upaya memajukan negara-bangsa Indonesia.

 

Azyumardi Azra,
Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Anggota Komisi Kebudayaan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).

Artikel ini pertama kali diterbitkan di Harian Kompas 24 Februari 2022

Hak Cipta © 2014 - 2023 AIPI. Dilindungi Undang-Undang.