Opini

no image

KBLBB Bukan Sekadar Kendaraan

12 January 2023
Oleh : Satryo S. Brodjonegoro
Unduh PDF


Meski ada sejumlah keunggulan dalam penggunaan KLBB, namun program percepatan penggunaan KLBB menghadapi sejumlah kendala. Diantara-nya pola pikir masyarakat dan pembuat kebijakan yang enggan berubah, ada di zona nyaman.

Kendaraan bermotor listrik berbasis baterai bukan hanya alat transportasi biasa seperti kendaraan bermotor yang kita kenal selama ini. KBLBB memiliki nilai tambah daripada sekadar alat transportasi.

Nilai tambah itu adalah memberi kontribusi signifikan terhadap pencapaian target emisi nol karbon (net zero emission), pengurangan impor bahan bakar minyak untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan energi, dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

KBLBB memungkinkan penggunaan sumber energi terbarukan secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan sistem penyimpan energi (energy storage system/ESS) berkapasitas besar. KBLBB memungkinkan terjadinya industri daur ulang baterai litium sehingga meminimalkan limbah baterai litium serta menghemat penggunaan mineral tambang karena dapat memanfaatkan logam nikel hasil daur ulang.

KBLBB membuat perilaku pengemudi lebih tertib untuk memastikan tidak akan kehabisan listrik selama di jalan. Juga membuat perilaku mobilitas manusia lebih terstruktur sesuai kebutuhan. Berkendara hanya karena fungsi, bukan karena nyaman.

KBLBB pada umumnya dibuat dengan menggunakan struktur ringan sedemikian rupa sehingga efisien dalam penggunaan energi. Untuk kendaraan roda empat, ukurannya dibuat kecil dan sedang agar ukuran baterainya tidak besar dan beratnya ringan karena bobot terbesar adalah baterai.

Perubahan pola pikir

Perubahan pola pikir masyarakat dari motor bensin ke KBLBB masih sulit karena kebanyakan dari mereka sudah berada di zona nyaman, enggan berubah. Bahkan, para pembuat kebijakan pun tak luput dari zona nyaman sehingga enggan berubah, padahal untuk kebaikan manusia di dunia.

Program percepatan penggunaan KBLBB masih terkendala oleh sentimen ekonomi di mana KBLBB masih dianggap lebih mahal daripada kendaraan bermotor konvensional dan tidak dapat menyamai kemudahan berkendaraan konvensional.
 
 Masyarakat masih menganggap KBLBB adalah alat transportasi murni sehingga mereka punya pilihan yang setara apakah KBLBB atau kendaraan bermotor konvensional.

Mereka akan segera memilih yang lebih murah dan yang memberikan kemudahan dalam berkendara. Selama masyarakat masih menganggap KBLBB sebagai alat transportasi murni, pertumbuhan KBLBB di Indonesia akan sangat lambat sehingga target net zero emission tak pernah akan tercapai.

Artikel opini Kompas, ”Insentif Mobil Listrik”, Senin (10/10/2022), menyajikan perbandingan harga antara motor bakar dan mobil listrik, yang kemudian disimpulkan bahwa mobil listrik lebih hemat dan perlu ada insentif kemurahan harga agar masyarakat segera beralih ke mobil listrik.

Penghitungan insentif

Besaran insentif yang diusulkan pada artikel opini tersebut ternyata belum dapat dipenuhi pemerintah. Padahal, di beberapa negara maju dan negara berkembang, insentif seperti itu sudah diterapkan karena memang didukung kemauan politik pemerintahnya.

Penghitungan insentif seharusnya tidak sekadar membandingkan besarnya penghematan subsidi penggunaan energi antara fosil dan listrik. Jika penghitungannya demikian, KBLBB dianggap sama dengan kendaraan konvensional, hanya berbeda energinya.

Saat ini, penghitungan yang dilakukan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan juga seperti itu, murni ekonomis berwujud (purely tangible economics). Padahal, banyak faktor ekonomis tak berwujud (intangible economics) yang seharusnya diperhitungkan dengan nilai lebih tinggi, antara lain faktor lingkungan, kemandirian dan kedaulatan energi, serta pencapaian SDGs.
  
Seharusnya BKF lebih mempertimbangkan faktor ekonomis tak berwujud dalam penentuan insentif kemurahan harga. Dengan demikian, diperoleh besaran yang signifikan, seperti dilakukan berbagai negara.
Pemberian insentif dilakukan agar masyarakat segera melakukan transisi dari kendaraan konvensional ke KBLBB dan insentif itu merupakan investasi jangka panjang dalam mencapai SDGs.

KBLBB adalah penentu tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, sangatlah wajar kalau negara berinvestasi cukup besar berjangka panjang dengan memberi insentif yang signifikan kepada pembeli KBLBB.


Satryo Soemantri Brodjonegoro, 
Dirjen Dikti (1999-2007); Guru Besar Emeritus ITB; Penasihat Khusus Menko Kemaritiman dan Investasi; Konsil Kedokteran Indonesia, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). 

Tulisan ini pertama kali terbit di Harian Kompas 12 Januari 2023

Hak Cipta © 2014 - 2023 AIPI. Dilindungi Undang-Undang.