DISKUSI PUBLIK DARING: Optimalisasi Peran Naskah Akademik dalam Pembentukan Perundang-undangan

19 August 2024 | 4157 hits
FLYERKISAgustus2024_FIX.jpg

Siaran Pers AIPI

Jakarta, 19 Agustus 2024. Rasionalitas hukum, sebagai produk dari proses panjang pembentukan peraturan perundang-undangan, semestinya mencerminkan kualitas yang didasarkan pada pemikiran jernih, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan dilandasi pula dengan nilai-nilai etika para pengambil keputusan yang terlibat pada proses pembentukannya. Rasionalitas produk hukum memberikan korelasi erat antara hukum sebagai sebuah instrumen pengaturan di satu sisi, dengan tujuan yang hendak dicapai di sisi lain.

Namun, dalam 10 tahun terakhir ini, semakin banyak kalangan menilai, rasionalitas produk hukum yang terbit, menuntun pada kesimpulan tidak digunakannya rasionalitas dalam proses pembentukannya. Tak terbilang, berapa kali Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi “stasiun transit pertama” gugatan warga yang merasa dirugikan, begitu sebuah undang-undang yang baru diterbit. Beberapa contoh adalah Undang-Undang Cipta Kerja (Umibus Law) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait Pasal 222, yang paling banyak mendapat penolakan berbagai kalangan. MK telah melakukan 32 kali pengujian terkait ketentuan presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu itu, dan tak satu pun yang dikabulkan oleh MK. Tak berhenti disitu, terakhir ini, MK juga masih menerima 4 perkara baru dengan materi gugatan yang sama.

Menilik hal tersebut, Komisi Ilmu Sosial AIPI dan Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI, merasa terpanggil untuk mendiskusikan ke ruang publik bersama para ahli terkait, dengan mengusung  tema  “Optimalisasi Peran Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan” yang akan dihelat pada Kamis, 22 Agustus 2024, pukul 09.00-13.00 WIB. Perhelatan ini akan digelar secara daring yang dapat diikuti melalui tautan Aplikasi Zoom dengan tautan https://s.id/WEBINAR_AIPIKISDPR2208, Meeting ID: 916 9800 5190; Passcode: 220824. Acara ini juga disiarkan melalui Aplikasi YouTube melalui tautan https://bit.ly/YTWEBINARKISDPR2208.

Webinar forum diskusi publik ini bertujuan untuk: 1) memberikan pemahaman tentang penyusunan Naskah Akademik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dilandasi dengan nilai etika dalam penyusunannya; 2) menjabarkan pemanfaatan Naskah Akademik atau penafiannya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yang selanjutnya mendiskusikan dampaknya terhadap kualitas peraturan perundang- undangan yang dihasilkan; 3) mendiskusikan dan selanjutnya mengusulkan berbagai upaya untuk mendorong penyusunan Naskah Akademik yang dapat dipertanggungjawabkan dan pemanfaatannya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan; dan 4) mendapatkan pemahaman tentang pembentukan peraturan perundang- undangan secara elektronik, dan pengaturan tentang tatacara pembentukannya.

Naskah Akademik merupakan hasil penelitian/pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tertentu dalam suatu RUU dan rancangan peraturan daerah sebagai solusi terhadap permasalahan atau kebutuhan hukum masyarakat”. Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah – di atas, bermakna - kajian itu dilakukan melalui kaidah-kaidah penelitian berdasarkan metode tertentu, dan hasilnya mencerminkan realita fakta di lapangan. Dengan demikian, diharapkan bahwa kebijakan/peraturan perundang-undangan yang dihasilkan itu merupakan Research Based Policy Formulation (RBPF) yang dihasilkan dari penelitian baik yang bersifat normatif maupun empiris.

Diskusi Publik ini menghadirkan para Narasumber yang mumpuni di bidangnya yaitu: Pertama Prof. M. Mahfud MD, Guru Besar Hukum Tatanegara yang pernah menjabat seabrek jabatan public bidang hukum, akan membahas topik “Pertanggungjawaban Ilmiah dan Etika dalam Penyusunan Naskah Akademik sebagai Landasan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.” Kedua, Bivitri Susanti SH., LL. M., Pengajar di STH Indonesia Jentera yang juga Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), akan mendiskusikan tema berjudul “Pemanfaatan dan Pengabaian Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Dampaknya terhadap Kualitas Peraturan Perundang-undangan”.  Ketiga, Kepala Badan Keahlian, Sekretaris Jenderal DPR RI, Dr. Inosentius Samsul, akan menyampaikan paparan yang membahas bagaimana “Mendorong Penyusunan Naskah Akademik yang Bertanggungjawab dan Pemanfaatannya dalam Pembentukan Peraturan perundang-undangan; dan keempat,  Heru Pambudi SE., LL.M, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, akan menguraikan tema berjudul “Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Secara Elektronik”.

Bertindak sebagai moderator diskusi adalah Mahaarum Kusuma Pertiwi, Ph.D., pengajar di FH UGM dan peneliti pada Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan Hak Asasi Manusia (PUSHAKHA) FH UGM.

Prof. Maria SW Sumardjono, Guru Besar Hukum Agraria UGM yang juga Anggota Komisi Ilmu Sosial AIPI, akan bertindak sebagai pembicara Pengantar Utama Webinar Diskusi Publik ini.

Perhelatan Webinar Diskusi Publik ini diawali dengan Pidato Pembukaan oleh Dr. Inosentius Samsul, Kepala Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI. Selanjutnya, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Wakil Ketua AIPI menyampaikan pengantar dan membuka dengan resmi Webinar ini. Prof. Syarif Hidayat, Ph. D., Ketua Komisi Ilmu Sosial AIPI, akan menutup acara Webinar Diskusi Publik dan juga menyampaikan Langkah kedepan hasil-hasil diskusi.

Tahapan proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan serta pemantauan/peninjauan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011; dan telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Perencanaan penyusunan Undang- Undang (UU) dibuat dalam bentuk program yang disebut program legislasi nasional (Prolegnas).

Prolegnas sebagai instrumen perencanaan program pembentukan UU yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Prolegnas disusun berdasarkan: (a) UUD Negara RI tahun 1945; (b) Ketetapan MPR; (c) ketentuan undang-undang; (d) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN); (e) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN); (f) Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Strategis DPR; dan (g) aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat.

Prolegnas memuat program pembentukan UU yang berisi judul RUU, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan RUU lainnya. Beberapa keterangan yang disertakan meliputi: (a) latar belakang dan tujuan penyusunan; (b) sasaran yang ingin diwujudkan; dan (c) jangkauan dan arah pengaturan. Materi tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk Naskah Akademik setelah dilakukan pengkajian dan penyelarasan lebih lanjut. .

Prolegnas dilaksanakan oleh DPR maupun pemerintah. Di lingkungan DPR, penyusunan dilakukan oleh Badan Legislasi (Baleg) dengan mempertimbangkan usulan fraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat. Sedangkan penyusunan prolegnas di lingkungan pemerintah dikoordinasikan oleh Menkumham. Penyusunan prolegnas antara DPR dan Pemerintah dikoordinasikan oleh Badan Legislasi DPR.

DPR atau Presiden dapat dimungkinkan mengajukan RUU di luar prolegnas. Namun harus memenuhi dengan syarat dan pertimbangan dalam hal (1) untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan (2) keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Baleg dan Menkumham.

Permasalahanya yang timbul adalah walaupun suatu undang-undang sudah disusun sesuai dengan ketentuan mengikuti rezim perundang-undangan yang mengaturnya, tidak mendapat kritik dan penolakan masyarakat, baik dari tahapan prosesnya yang dipandang kurang melibatkan masyarakat dan/atau materi muatannya yang antara lain: 1) tidak sesuai atau bertentangan dengan konstitusi; 2) tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan lainnya; dan 3) tidak adil, tidak bermanfaat, dan tidak menjamin kepastian hukum.

Oleh karena itu memunculkan masalah yang perlu diurai - satu persatu dengan mendiskusikan dengan para – meliputi beberapa hal sebagai berikut : 1) bagaimana menyusun Naskah Akademik yang didasarkan pada nilai-nilai kebenaran ilmiah dalam mengusulkan pemecahan suatu permasalahan hukum yang dihadapi oleh masyarakat, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sesuai dengan kaidah penelitian dan didasari dengan nilai etika?; 2) berkait dengan kualitas suatu peraturan perundang-undangan, apakah dampak penafian pemanfaatan Naskah Akademik yang dapat dipertanggungjawabkan; atau sebaliknya, penyusunan RUU yang dilandasi dengan Naskah Akademik yang secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan itu, terhadap kualitas suatu peraturan perundang-undangan?; 3) bagaimana upaya untuk mendorong penyusunan Naskah Akademik yang dapat dipertanggungjawabkan dan pemanfaatannya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan?; dan 4) mengikuti perkembangan teknologi, bagaimana pengaturan tentang tatacara pembentukan peraturan perundang-undangan secara elektronik.

Pembaca Budiman,

Ikuti terus diskusi-diskusi dan perbincangan ilmiah yang diselenggarakan oleh AIPI yang berkolaborasi dengan lembaga-lembaga think tank/pendidikan tinggi/tokoh cedekiawan dan ilmuwan. Harapannya, apa yang dihasilkan menjadi sumbangsih pencerahan kepada publik secara luas.

Website

:  aipi.or.id  

Instagram

:  aipi_Indonesia

Tweeter

:  AIPI_id

Youtube   

:  AIPI_Indonesia

Pembuat Siaran Pers:
Sigit Asmara Santa,
humas@aipi.or.id
Biro Adm. Ilmu Pengetahuan, AIPI

Hak Cipta © 2014 - 2024 AIPI. Dilindungi Undang-Undang