Kemajuan Sains, Kemajuan Bangsa

31 December 2014 | 2963 hits
ilustrasi-375x200jpg_U6T49.jpg

Jakarta (BERITA AIPI) - Sebanyak 13 ilmuwan muda Indonesia beserta tiga anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) mengunjungi Australia pada akhir November 2014 yang lalu. Kunjungan itu dilakukan dalam program pengayaan sains untuk memperkaya muatan ilmiah dalam dokumen Indonesian Science Agenda (ISA) . Namun diskusi dengan ilmuwan dan para pimpinan lembaga penelitian di Australia itu turut menghasilkan kesimpulan akan pentingnya meningkatkan peran imu pengetahuan dalam pemerintahan maupun sektor industri.

Australia yang memiliki sekitar 23,13 juta penduduk merupakan salah satu negara dengan perekonomian terkuat di dunia. Dalam catatan Bank Dunia tahun 2013, negara yang terletak di benua terkecil itu berada di posisi ke-12 berdasarkan pendapatan per kapitanya yang mencapai USD 67.468.

Salah satu kunci majunya Australia adalah kolaborasi yang padu antara ilmu pengetahuan, pemerintahan, dan sektor industri, serta matangnya kemampuan dan kreativitas para ilmuwan mereka. Hal ini sebenarnya bukan barang baru untuk Indonesia. "Kita juga sudah lama mendengungkan konsep triple-helix atau kerja sama ABG (academia-business-government)," ujar Ketua AIPI Profesor Sangkot Marzuki. Konsep itu sudah diperkenalkan sejak Kusmayanto Kadiman menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009).

Bedanya, kerja sama ketiga sektor itu di Australia didukung oleh kemampuan dan kreativitas para ilmuwannya yang mumpuni. Pemerintah tak segan berinvestasi untuk memperkaya kemampuan intelektual para ilmuwannya. Salah satu contohnya, pemerintah Australia bersedia menggelontorkan dana hingga AUD 200 juta dalam 5 tahun untuk mendukung riset di bidang dementia agar nantinya bisa diterapkan untuk membuat kebijakan dan mendasari praktik kesehatan. Dana itu dimanfaatkan untuk membiayai penelitian dan meningkatkan fasilitas riset khusus di bidang dementia. Sejumlah lembaga juga khusus didirikan oleh Pemerintah Australia untuk menjembatani para ilmuwan dan sektor industri. Tujuannya tak lain agar hasil penelitian bisa diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun untuk tujuan komersil. Sementara itu di Indonesia, kapasitas keilmuan belum terlalu berkembang. "Industri juga lebih suka mengimpor teknologi daripada mengembangkan R&D (research & development)," ujar Sekretaris Jenderal AIPI Dr. Budhi M. Suyitno. Oleh sebab itu, salah satu hal yang paling penting untuk dikejar adalah komitmen pemerintah, industri, dan institusi pendidikan untuk mengembangkan kemampuan ilmiah mereka . Soalnya kreativitas sains memang harus berasal dari para peneliti.

Di Australia, kerja sama antara ketiga sektor tersebut bisa berjalan lancar dan menghasilkan produk inovatif karena kemampuan sains mereka yang tinggi. Sejumlah penelitian yang dilakukan lembaga riset pemerintah Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) bahkan merupakan terobosan di dunia internasional dan akhirnya dimanfaatkan di seluruh dunia. Misalnya penemuan teknologi WiFi alias sambungan internet nirkabel dan bahan penyerap basah yang digunakan pada popok bayi sekali pakai. Tentu saja, temuan-temuan itu pada akhirnya mendatangkan keuntungan komersil berupa hak paten yang jumlahnya bertambah hampir dua kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir, berdasarkan data dari IP Australia (Badan Kekayaan Intelektual).

Kolaborasi antara pemerintah, ilmuwan, dan industri serta kemampuan ilmiah yang tinggi itu pada akhirnya juga menempatkan Australia sebagai salah satu negara paling inovatif di dunia. Dalam Global Innovation Index 2014, misalnya, mereka menempati posisi ke-17 dari 143 negara.

Pembuat Artikel: Anggrita Desyani
Editor : Uswatul Chabibah

Hak Cipta © 2014 - 2023 AIPI. Dilindungi Undang-Undang.