Klebsiella Pneumoniae Bakteri Baik Hati dalam Tempe

30 November 2014 | 5681 hits
bakteri-tempe.jpg

Siapa tak kenal tempe? Makanan dari hasil fermentasi biji kedelai ini sudah sangat akrab di lidah orang Indonesia. Harganya memang relatif murah dibandingkan sumber protein seperti daging, susu, maupun telur, namun kandungan gizinya tak kalah lengkap.

Salah satu keunggulan tempe sebagai "makanan rakyat" adalah kandungan vitamin B12 yang umumnya terdapat di produk hewani. Vitamin itu dihasilkan oleh bakteri Klebsiella pneumoniae yang terdapat dalam tempe. Sayangnya, kehadiran bakteri itu sekaligus menjadi sumber kontroversi karena dikenal sebagai bakteri patogen yang menyebabkan penyakit pneumonia pada manusia.

Namun ternyata K. pneumoniae yang terdapat di tempe tidak bersifat patogen. Ciri-ciri fisiknya memang sama. "Tapi secara genetik Klebsiella pneumoniae di tempe dan yang di patogen berbeda," ujar ahli genetika mocrobial dari Institut Pertanian Bogor, Antonius Suwanto, dalam lokakarya yang diselenggarakan Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar di Salemba, pada Oktober lalu.

Penelitian yang dilakukan pada Mei hingga Desember 2013 oleh Eveline Ayu, Antonius Suwanto, dan Tati Barus menggunakan beberapa sampel bakteri yang didapat dari tempe dan isolat medis untuk dianalisis menggunakan metode ERIC PSCR untuk melihat susunan genetiknya.

Hasilnya, pola genetik kedua sampel itu berbeda meski ciri morfologisnya sama. Penelitian yang kemudian dipublikasikan dalam Jurnal Microbiology Indonesia Vol.8 pada 2014 itu menyebutkan bahwa K. pneumoniae dari tempe tidak memiliki tiga tempe enterotoxin yang ditemukan dalam isolat medis. Enterotoxin adalah protein beracun yang dapat mematikan sel K. pneumoniae di tempe juga kehilangan sifat hypermucoviscosity yang menyebabkan abses pada penderita pneumonia. "Jadi perbedaan genetik ini menentukan apakah bakteri itu nantinya bersifat patogen atau tidak," ujar Antonius.

Menurut dia, penelian mengenai tempe dan bakteri yang dikandung di dalamnya perlu diperdalam agar Indonesia memiliki kendali atas produk aslinya. Jika tak segera dilakukan, Antonius khawatir nantinya K. pneumoniae baik hati itu masuk daftar bakteri terlarang dalam tempe yang berstandar internasional. Padahal tempe yang dibuat secara tradisional di Indonesia selalu mengandung bakteri itu.

Sementara itu, tempe yang dibuat dengan teknologi maju dak memiliki kandungan selengkap tempe tradisional, rasanya pun berbeda. "Kita harus bisa bilang kalau K. Pneumoniae di tempe bukan yang patogen. Tapi kita butuh riset untuk mempertahankan argumen itu," katanya. "Jangan sampai kita yang punya tempe tapi didikte oleh pihak asing."

Pembuat Artikel: Anggrita Desyani
Editor : Uswatul Chabibah

Hak Cipta © 2014 - 2023 AIPI. Dilindungi Undang-Undang.